Menurut
catatan sejarah dan cerita turun temurun dari para ‘’sepuh’’ orang tua dahulu,
bahwa pada mulanya tanah Desa Buniseuri merupakan hutan yang sangat lebat.
Orang yang pertama kali membuka tanah hutan untuk dijadikan tempat pemukiman,
lahan pertanian dan pesawahan menurut cerita adalah seseorang yang bernama
“JAKALALANA”.
Beliau
berasal dari Cirebon yang berkelana karena tidak mau tunduk dan patuh kepada
penjajah “Kompeni” Belanda yang sedang berkuasa di bumi nusantara. Dalam
pengembaraannya itulah, kemudian beliau menetap, membuka lahan hutan untuk dijadikan pemukiman
dan lahan pertanian dengan mempergunakan alat perkakas berbentuk golok. Golok dalam adat kebiasaan masyarakat di tatar
pasundan dikenal dengan sebutan “BEDOG”
Maka
kemudian orang-orang/ masyarakat sering menjulukinya “BAPA BEDOG”. Beliau
meninggal dunia dan dimakamkan di sebuah daerah bernama Cipeuteuy. Oleh karena
itu komplek makam di daerah cipeuteuy tersebut dikenal dengan sebutan “Makam
Bapa Bedog”.
Apabila
dilihat secara mrfologis Desa Buniseuri berada di Kaki gunung syawal dengan
iklim yang sejuk. Sekitar tahun 1801 Masehi, wilayah Desa Buniseuri terdiri
dari dua wilayah yaitu:
1. Desa
Urug
2. Desa
Buniseuri
Namun
seiring dengan perjalan waktu kedua daerah tersebut bergabung melebur menjadi
satu dengan nama Desa Buniseuri. “Buniseuri” yang menjadi nama desa ini,
menurut cerita sejarah berasal dari sebuah nama sumber mata air yang diberi
nama Cibuniseuri. Yang berada di daerah citanjung Dusun Kidul berjarak sekitar
1000 meter sebelah barat daya pusat kota desa buniseuri. Buniseuri dalam Bahasa
sunda berarti buni: tersembunyi, dan seuri : tertawa.
Melihat
dari aspek sosiologis dan historis masyarakat Desa Buniseuri berkebudayaan
sunda dengan bahasa pengantar sehari hari meggunakan bahasa sunda. Nenek moyang mayarakat Desa Buniseuri berasal
dari garis keturunan Kerajaan Galuh, dan Kesultanan Cirebon. Buniseuri. Warga
desa buniseuri sangat agamis dengan memegang ajaran agama Islam yang kuat.
Sumber: Data Desa dari Pak Awo